Rabu, 31 Oktober 2007
Sajak-sajak Sobirin Zaini [Tempayan Kelabu]
Sumber: Batam Pos, Minggu, 28 Oktober 2007

Tempayan Kelabu


Ada asin senja, tanda yang tak selesai di tubuhnya
aku pulang, pada segenap beku ketika pualam-pualam
telah beranak pinak menjilmakan kunang-kunang
sejuk nafasmu memaksaku menuliskan sesuatu
tentang rindu di sebuah wujudmu yang karat itu
sampai aku serasa mimpi, mengigau tak berujung
di tanah ini
Percayalah, kutandai jua lambaian pelepahmu
pada ujung rambutku
sebelum dinihari, dan sungai menelan matahari
usai kampung-kampung hanyut kutambatkan lagi
Entah cerita mana hendak aku hikayatkan
jikalau tak ada lagi suara-suara merdu lidah perindu
dan burung-burung hantu di bebakau itu
kelabu warnamu adalah endapan racau galauku
retak dasarmu jadi reput wajahku di rumah itu
hingga tak habis-habis jua, kulafalkan satu persatu
mengenang riwayatmu meski pecah seribu
Red-Aklamasi, 2007


Ujung Kelambu, Malam Batu

Sejenak saja, sambut aku dengan rentak zapinmu
kakiku kaku jauh sebelum aroma sungaimu adalah darah
kematian harapan-harapan pada matahari di belakang
rumah
“tuan, aku selalu mengigau memang, tapi tanah ini
takkan kubiarkan
hanyut dengan cerita yang tak jelas”
Ya, ada selalu di punggungku
pisau-pisau nyeri sepuluh malam terakhir di kampung itu
menikam bulan setengah wujud seperti yang pernah kutuliskan
aku tahu, tuan, ada batu dan pecahan karang di jantungmu
wujud kematian sejenak setelah ujung kelambu menyentuh kakiku
hingga malam seperti tak bergerak, dan kita cuai tak beranjak
Teriaklah, jangan biarkan aroma itu selalu menyengat
lesatkan sedalam mungkin pada angin
yang membawa kabar tentang hujan
hingga mimpi-mimpi kita yang kian sangsai ini
tak selalu kugenapkan jadi serpihan puisi
Red-Aklamasi, 2007


Meluruskan Angin,
Mematahkan Hujan

-Salawati Fitriah

Pada akhirnya, kita harus meluruskannya jua
pertelingkahan angin yang silang-sengkarut
di rak-rak masa lalu
lalu mematahkan hujan yang lintang-pukang
di sekujur tubuhku yang kian telanjang
Tunggu saja aku di tanah ini
sambut sayapku dengan risaumu
ada remah sajak, noktah masa lalu
dan cerita- cerita tentang bidadari
di sebuah kampung tak bermatahari
saat wajahku terlukis ornamen burung hantu
tunggu aku pada titik waktu
yang tak mau bertumpu itu
Percayalah, selalu saja ada senja di batang sungai
riakmu yang mengalir menjadi arah pelayaran
mengantar perahuku ke dermagamu
meski rentak malam menjadi jembalang
gelombang sialang di petang yang malang
Akh, yakinkan saja, Triah
meluruskan angin yang silang-sengkarut
dan patahan hujan yang lintang-pukang
itu adalah tugasku
sebagai lelakimu
Red-Aklamasi, 2007
posted by Komunitas Riak Siak @ 06.30  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
"riak siak riak kata/ mengalir ke muara karya/ imaji sedalam-dalamnya/ tak surut dilekang usia"
Logo

Tentang Riak Siak

    Komunitas Riak Siak adalah komunitas sastra yang dibangun oleh segelintir penulis muda Pekanbaru yang sedang gelisah berkarya. Komunitas yang dideklarasikan tanggal 4 Agustus 2007 dini hari, di bawah jembatan Leighton, tepi sungai Siak, ini memiliki kegiatan diskusi sastra, pembelajaran penulisan kreatif dan penerbitan. Komunitas ini juga bersifat independen dan terbuka bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi atau merenangi kedalamannya, seperti sungai yang bebas direnangi dan dilayari. Deklarator Komunitas Riak Siak: 1. M Badri (Penyair, Cerpenis) 2. Sobirin Zaini (Penyair, Cerpenis) 3. Syaiful Bahri (Penyair) 4. Dien Zhurindah (Penyair)
Menu
Pelabuhan
Dermaga Deklarator

Pesan Tamu

Detak Siak
Penunggu Sungai
*****

template design by isnaini.com

BLOGGER

content design by negeribadri