Sumber: Riau Mandiri, 23 September 2007 SUATU MALAM, KAU BERTANYA Suatu malam, kau bertanya, di mana tuhan? kutunjukkan pada sebuah langit yang gelap, ketika matahari hanya sebuah titik dan kubentangkan sajadah lalu kuajarkan kau sujud di situ tuhan. Tidak, jawabmu, tuhan ada di sini di hatiku yang linglung mencari rambu-rambu seperti linglung burung-burung mencari mangsanya di tengah hutan belantara seperti ombak, kau susunkan kalimat zikir hingga berbaris menuju sebuah muara suatu waktu, tuhan di sana tidak jawabku, tuhan ada di mana-mana Dan sesungguhnya, kau percayalah syahadah sudah lama berlidah dalam mulutmu iman berkarat dalam jantungmu tapi benda-benda dan waktu yang mengarahkanmu pada surga semu itu juga sederet nama-nama dan gelar dari ritual-ritual itu di sebuah kampung yang luka setelah perang mencari kekuasaan itulah tuhan, katamu ya, tentu, aku setuju, jika ini hanya sebuah percakapan tapi setan menyesatkanmu karena selalu ada di kepalamu Suatu malam, kau bertanya, di mana tuhan? jawabku, tuhan ada di hati kita maka sujudlah dengan sepenuh makna 2007 KABUT SUBUH //1 Tak ada puisi seindah doa-doa yang terucap ketika kabut subuh mulai mencair desah suaramu di ujung sana seperti api yang kupendam jauh di dasar mimpi titik aku menemukan diri sendiri setelah kehilangan hadir matahari jelang pagi dan puisi yang sebenarnya kau ucapkan itu doa-doaku sebelum waktu benar membunuhku //2 Engkaukah bunga yang kusemai itu? kupetik suatu waktu ketika takdir menentukan begitu dan tak menentu di hatiku atau hanya akan layu kutingggal lagi tak berakar lalu terkubur dalam tanah yang paling dasar kalau begitu, inikah takdir dan garis tangan itu? aku bukan kumbang yang akan menemanimu sepanjang mekar kelopakmu //3 Tunggulah kematianku, kepergianku dalam catatan langkah perjalanan ini sepanjang ini untuk berat kuucap selamat tinggal selamat tinggal
2007 |