Jumat, 28 September 2007
Sajak-sajak M Badri [Elegi Para Petani]
Sumber: Majalah Sagang, September 2007


ELEGI PARA PETANI


kepada matahari, juga burung-burung kucangkulkan imaji
di bukit-bukit, sungai, dan ngarai. ladang-ladang begitu sunyi
menunggui ilalang dan kemarau menyanyikan puisi
kidung musim panen di pematang seperti suara detak jam
yang membisikiku jalan pulang

sebatang kalimat, mulai bertunas dan menggeliat
gabah melepuh di gudang-gudang, setelah kapal dagang
menaburkan beras dari negara tetangga
yang menggarami sawah-sawah
melukai lambung petani di kampungnya yang kerontang

anak-anak mengairi kata-kata
di balik tumpukan jerami, rerimbun masa depan
yang menjelma sedu sedan, sebab musim hujan
menenggelamkan harapan-harapan
bangku sekolah, dinding-dinding kemelaratan

sampai roda pedati menjadi begitu menyayat
bulan basah oleh keringat, berhulu di bukit tempat petani
menabuh gendang dan kembang kemiskinan
di sawah-sawah yang ditumbuhi elegi
juga cerita tentang gubuk-gubuk renta, beratap gulma

akhirnya puisi juga yang tumbuh dan menguning
hingga musim panen tiba, musim orang-orang memetik airmata
di pematang dan ladang-ladang pembantaian
yang memenggal rencana dan impian

Bogor, 2006


BUKIT BATU

dari lembah aku melihat tubuhmu dikerumuni pepohonan
dengan akar-akarnya yang menancap di jurang kecantikan
tak ada retakan, apalagi reruntuhan yang menggelinding serupa jerawat
dan siulan burung-burung semakin menyembulkan dua biji mahkota
yang tumbuh setiap matahari terbenam. setiap makan malam
menghidangkan secangkir ciuman paling dalam
sampai menyisakan kenangan di langit dan jalan setapak
yang menuntunku ke jurang paling apak

sebuah tingkungan, tanpa tanda dan rerambu menebarkan
aroma tubuhmu: kembang kenanga dan hasrat purba
di kilometer-kilometer yang kulalui dengan puisi
paling sunyi. hingga nafas keheningan menjadi deru angin
menghantarkan sorot matamu ke lembah-lembah tempatku
mengabadikan resah. hingga musim hujan semakin menenggelamkan
wajahmu ke celah bebatuan

aku akan kembali menemukan dirimu, sendirian
ribuan tahun kemudian, setelah bereinkarnasi menjadi burung-burung
yang memagut serpihan masa lalu. aku tahu, kau pasti akan menenggelamkan paruhku di celah-celah bukit itu, sambil menagih janji
yang terlanjur terucap seperti sumpah para datu

Bogor, 2006

JALAN PANJANG

kulihat sorot matamu lebih redup dari lampu-lampu yang berjajar menuju hulu
seperti sebuah lukisan panjang. terpajang di bantaran sungai, tempat gadis-gadis
metropolis mandi sambil menanggalkan selendang di tiang-tiang listrik
berharap jaka tarub mencurinya, hingga lupa jalan pulang ke negeri mimpi
yang berjarak dua tikungan dari pos ronda. tiba-tiba aku ingin mengabadikan malam
dalam telepon genggam, dalam ruang paling dalam.

tak perlu lagi mencurigai desir angin. atau mentertawai jejak kaki
yang terlanjur membekas di perempatan jalan, tempat engkau biasa menungguku
sambil menyumpahi segelas kopi. setiap pagi, setiap aku menjanjikan
puisi dan menyeruput madu yang meleleh dari pori-pori tubuhmu
sebelum kalender dengan angka-angka ganjil itu luruh
terbawa musim dingin yang membalut separuh wajahmu

di sebuah tanah lapang, yang memutar dan memanjang
debu-debu mengemasi ingatanmu: tentang kampung halaman, musim banjir
juga aroma nostalgia sepanjang trotoar yang ditumbuhi penjual jagung bakar
sampai dering telepon menjadi sepi. seperti suara hujan di halaman pertama
kisah cinta yang tertunda. tanpa ikatan dan rencana-rencana
yang selalu memenjarakan setiap impian

jemarimu meremang, mengikuti irama tanjakan
dan sorot matamu membentur tebing-tebing penuh lukisan dari asap pembakaran
yang tersusun dengan rapi. serapi aku merahasiakan setiap pertemuan
hingga jalan panjang itu hanya menyisakan jelaga yang tersangkut
di tikungan tempat kau terakhir membakar sapu tangan

Bandung, 2006

PEREMPUAN YANG MENCINTAI LAUT
: erf

dermaga 1
bidukmu terapung di celah senja yang merona
antara percikan ombak dan dayung, mengitari semenanjung
menembus angin pesisir di pulau-pulau anyir
oleh aroma ikan, wangi kehidupan
ah geliat tubuhmu serupa duyung berenang ke tepian
menjemput cintamu yang tertambat di pelabuhan

dermaga 2
kepada karang kau bercerita tentang kehidupan
di laut yang membiru oleh ikan-ikan dan terumbu
warna jala dan kemilau nelayan menggarami petang
dan di pesisir, anak-anak itu, menyusu pada asin perahu
yang berlayar dari pulau ke pulau, sampai ke laut paling dalam
menebar masa depan dan impian

dermaga 3
jangan menangis, katamu
sebab air mata akan menenggelamkan separuh daratan
menghapus isyarat cinta yang terukir di atas pasir
bermekaran sepanjang pantai, sampai ke ujung palung
dan di lautmu, aku mencoba memahami bahasa ombak
membaca kilau mutiara di dasarnya

Bogor, 2007

RAHASIA HUTAN

aku semakin terperangkap dalam aromamu
yang berguguran di musim kemarau
terjerembab di mulut anggau, perut begu
membunuh purnama di semak-semak
yang terserak

di bukit kering aku mulai menandai
masa kecil yang hijau, serupa daun-daun
dan onak melilit tubuhku dengan hangat
sepanjang siang. sampai raungan gergaji
meninabobokan semua orang

angin tiba-tiba meniupkan luka
yang bersarang di pucuk pepohonan
menyimpan dendam dan nujuman
di rawa-rawa, gubuk-gubuk renta, hingga jalan setapak
menuju muara tempat menghanyutkan semua balak

anyir masa lalu menjelma kabut
setiap pergantian musim membakar almanak
serupa tungku tua di tanah lapang, memanggang
semua nasib dan impian. hingga membumbung tinggi
menjauh, jauh sekali...

Bogor, 2007

posted by Komunitas Riak Siak @ 07.49  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
"riak siak riak kata/ mengalir ke muara karya/ imaji sedalam-dalamnya/ tak surut dilekang usia"
Logo

Tentang Riak Siak

    Komunitas Riak Siak adalah komunitas sastra yang dibangun oleh segelintir penulis muda Pekanbaru yang sedang gelisah berkarya. Komunitas yang dideklarasikan tanggal 4 Agustus 2007 dini hari, di bawah jembatan Leighton, tepi sungai Siak, ini memiliki kegiatan diskusi sastra, pembelajaran penulisan kreatif dan penerbitan. Komunitas ini juga bersifat independen dan terbuka bagi siapa saja yang ingin berpartisipasi atau merenangi kedalamannya, seperti sungai yang bebas direnangi dan dilayari. Deklarator Komunitas Riak Siak: 1. M Badri (Penyair, Cerpenis) 2. Sobirin Zaini (Penyair, Cerpenis) 3. Syaiful Bahri (Penyair) 4. Dien Zhurindah (Penyair)
Menu
Pelabuhan
Dermaga Deklarator

Pesan Tamu

Detak Siak
Penunggu Sungai
*****

template design by isnaini.com

BLOGGER

content design by negeribadri